
Ada orang yang bilang kalau jadi 'perfeksionis' itu hasilnya pasti baik.
Apakah demikian?
Setelah membaca beberapa artikel, saya berkesimpulan bahwa seseorang yang memiliki sifat perfeksionis, tentu hidupnya akan lebih teratur, karena orang perfeksionis memiliki banyak pertimbangan sebelum bertindak. Baik dan buruknya segala sesuatu, bahkan planning dari A sampai Z sudah dipersiapkan dengan baik, karena takut segala yang diharapkan tidak tercapai. Inilah sisi baik dari seorang perfeksionis.
Namun, bagaimana dengan keadaan psikologis para perfeksionis itu. Saya sebagai salah seorang perfeksionis (setidaknya saya memang merasa demikian), sering merasakan ketidaknyamanan dan kurang rileks dalam menghadapi sesuatu. Mungkin, beberapa dari Anda yang merasa memang memiliki jiwa perfeksionis, merasakan hal yang sama dengan saya. Saat saya menghadapi sesuatu, secara otomatis kepala saya langsung berpikir, "Jika saya melakukan ini berarti nantinya akan begini, jika saya melakukan itu nantinya akan seperti itu..." Dan otomatis pula langsung membuat rencana, "Dengan begitu...saya harus begini..begini..dan begini...supaya bisa jadi begini..." Hal ini tidaklah salah, karena memang hidup terencana adalah baik. Akan tetapi, saat ini kita membicarakan sisi psikologis si perfeksionis.
Dengan pikiran yang begitu rinci dan terencana, si perfeksionis tentu tidak akan bisa rileks, hal ini dikarenakan si perfeksionis takut hal buruk terjadi dan tidak sesuai rencananya. Artinya, orang yang perfeksionis cenderung mudah stres. Apalagi jika kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Efek psikologisnya pun terkadang menular ke efek fisik, seperti kepala jadi pusing, atau badan jadi terasa sakit semua.
Orang perfeksionis cenderung tidak bisa menerima sedikit kesalahan, karena yang ada dipikirannya adalah, "Seharusnya kan bisa begini...." Dengan begitu, orang perfeksionis akan selalu merasa bahwa dunia ini menjadi sangat buruk dan selalu saja ada masalah.
Saya cukup sadar bahwa saya seorang yang perfeksionis, saya pun mencari cara supaya saya mengurangi rasa perfeksionis saya, karena saya jadi gampang stres dan penat. Selalu terbayang-bayang dengan sebuah rencana, kekhawatiran akan kegagalan, dan bayang-bayang buruk selalu dominan muncul. Oleh karena itu, banyak orang bilang kalau orang perfeksionis tidak bisa menikmati hidup. Dan oleh karena itu pula, saya ingin mengurangi bakat menjadi orang perfeksionis dalam diri saya. Saya tidak mau tersiksa dengan perasaan selalu stres.
Ada baiknya bagi kita yang merasa perfeksionis untuk sedikit mengurangi sifat itu, agar bisa menikmati hidup, mungkin salah satunya dengan mengurangi pikiran-pikiran buruk dan rasa gagal. Hal yang pasti bukan perihal mudah bagi kita yang selalu ingin perfek, tapi dengan mengurangi hal itu, kita bisa membuang sedikit kegelisahan dan ketakutan yang menyebabkan rasa stres selalu muncul. Coba untuk melihat sisi baik dari sebuah keadaan (karena yang ada dipikiran orang perfeksionis adalah selalu sisi buruk, walaupun sebenarnya bertujuan untuk membuat rencana sebagai antisipasi sebuah keadaan buruk).
Untuk itu, mari kita sama-sama (bagi para perfeksionis-ers) untuk sedikit enjoy menikmati hidup ini. Tetaplah mempunyai rencana-rencana, namun kurangi pikiran negatif (kekhawatiran jika tidak sesuai rencana) atas rencana kita. Saya pun sedang belajar untuk melakukan itu, karena saya tidak mau selalu stres. Kuncinya yang harus selalu diingat adalah "TIDAK ADA YANG SEMPURNA DI DUNIA INI." Jadi, kalau ilmu alam sudah berkata seperti itu, akan sangat melelahkan bagi kita untuk selalu perfek sedangkan kenyataannya memang tidak ada yang sempurna.
[MK]