semua bebas memaknai kehidupan...begitu pula kebebasan dalam memaknai setiap huruf dalam goresan hati dan pikiran ini

.


kadang hati ingin mengungkap...
kadang mulut malas untuk mengucap...

cuma satu cara untuk membuatnya terlontar...
lewat kata-kata ini aku coba bersua...

Selasa, 25 Agustus 2009

Tipisnya kesenian dan kebudayaan yang mengakar

"Malaysia jahat...", selalu keluar kalimat itu ketika kita mendengar bahwa negeri jiran telah mengklaim kebudayaan Indonesia. Tidak hanya satu atau dua kali, kesenian dan kebudayaan Indonesia diakui oleh negeri menara kembar ini. Mulai dari lagu daerah "rasa sayange", batik, keris, wayang, dan saat ini yang tengah hangat dibicarakan adalah tari Pendet yang berasal dari Bali.

Tari Pendet merupakan tarian yang berasal dari Bali, yang fungsinya lebih kepada tujuan hiburan terutama di lakukan sebagai tarian pembuka pada sebuah acara. Tarian ini secara simbolik mengungkapkan selamat datang, sehingga sangat sering dipertunjukkan di samping tari Legong, tari Belibis, ataupun tari Sekar Jagad. Tari Bali memang selulu menarik perhatian yang menonton, disamping karena kemegahan properti dan kostum tari yang digunakan, juga karena gerakan unik yang ada dalam tari Bali, seperti gerakan seledet.

Tindakan apa yang dapat dilakukan Indonesia melihat kesenian dan kebudayaannya diakui milik negara lain? Perlukah kita bertindak destruktif seperti menyatakan perang? Siapakan yang harus disalahkan dalam kejadian ini? Apakah rakyat langsung harus menyalahkan presiden?


Indonesia beranjak menjadi negara yang semakin cerdas, hingga rasanya menjadi tidak cerdas jika kita menyelesaikan masalah dengan gegabah. Tindakan Menteri kebudayaan dan Pariwisata untuk menegur pihak pariwisata malaysia, sudah cukup tegas untuk langkah awal, yang pada akhirnya membuat Malaysia mencabut iklan pariwisata dan pihak rumah produksi telah meminta maaf walaupun melalui pesan elektronik. Kita jangan mudah terhasut untuk tiba-tiba menyalahkan presiden dengan menilai kerjanya tidak baik, karena dalam sebuah sistem pemerintahan masing-masing telah memiliki tugas dan tanggung jawab, dan untuk hal ini, akan terlebih dahulu ditangani oleh menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Harusnya kita semua harus turun tangan tapi bukan degan cara mendemonstrasi menbudpar. Biasanya kalau ada kejadian kita baru bertindak, kita jarang bertindak pencegahan. Mari kita bersama menjaga milik kita, karena saat ini juga sangat sedikit organisasi yang tujuannya melestarikan tradisi, paling pelestarian tradisi hanya menjadi visi tetapi pada kenyataannya kegiatannya hanya seputar komersialisasi.

Kita tingkatkan promosi mancanegara atas kesenian dan kebudayaan dengan mengoptimalkan duta-duta seni. Malaysia berani membayar mahal seorang seniman angklung untuk mengelola kegiatan seni angklung di Malaysia. Penghargaan yang sangat besar untuk seniman, adn tidak dipungkiri dapat menjadi pertimbangan bagi si seniman. Inilah yang kurang dinegara kita, rasa penghargaan akan usaha para seniman yang mencoba melestarikan kesenian dan kebudayaan daerah.

Berarti juga menjadi tugas para generasi muda untuk menjaga milik kita. Jangan sampai kita melupakan tradisi, atau mungkin nantinya lagu kebangsaan Indonesia Raya juga bukan menjadi milik kita lagi, karena pada kenyataanya sudah banyak yang lupa akan syair lagu ini. Mulailah kita sayangi milik kita, dan kumandangkan kepada dunia bahwa kita sangat mencintai milik kita. [MK]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment here!