semua bebas memaknai kehidupan...begitu pula kebebasan dalam memaknai setiap huruf dalam goresan hati dan pikiran ini

.


kadang hati ingin mengungkap...
kadang mulut malas untuk mengucap...

cuma satu cara untuk membuatnya terlontar...
lewat kata-kata ini aku coba bersua...

Selasa, 07 Juli 2009

Nyok Neng: Tarian dalam Ajang Pelestarian Tradisi

Kue bolu kue rengginang

Roti-roti dalam tetampe

Dari dulu udah dibilang

Kalo setengah ati, buat ape

Itulah pantun yang dibacakan oleh MC sebagai sinopsis yang mengawali pertunjukan tari dari DKI Jakarta pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) IX yang diselenggarakan di Jambi. Ajang lomba seni yang diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini diprakarsai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) setiap dua tahun. Kegiatannya berlangsung selama sepekan dengan berbagai tangkai lomba seni, yaitu tari, paduan suara, fotografi, lukis, monolog, penyanyi seriosa, pop, dangdut, keroncong, dan membaca puisi.

Setiap daerah tidak diwajibkan untuk mengikuti seluruh tangkai lomba. Pada Peksiminas IX ini, yang berlangsung sejak tanggal 24-29 Juli 2008, DKI Jakarta mengirimkan wakilnya untuk mengikuti lomba tari, paduan suara, membaca puisi, monolog, seriosa, pop, dangdut, dan keroncong, yang didampingi oleh beberapa orang dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Universitas Indonesia, dan IPB. Kegiatan lomba dilakukan dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda, yaitu gedung RRI Jambi, Taman Budaya Jambi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, dan auditorium Universitas Jambi sebagai tempat pengumuman di malam terakhir.

Dua bulan sebelum lomba di Jambi, tepatnya pada tanggal 23 Mei 2008, diadakan seleksi wilayah untuk memberangkatkan rombongan yang berangkat dari DKI Jakarta. Seleksi dilaksanakan di Balai Sidang Universitas Indonesia yang diikuti oleh mahasiswa dari Universitas Indonesia, IPB, Universitas Nasional, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Atma Jaya. Dari hasil seleksi, Universitas Indonesia memberangkatkan peserta lomba tari dan paduan suara.

Nyok Neng: Tari Kontemporer Tradisi

DKI Jakarta keluar sebagai juara dua dalam tangkai lomba tari di antara Bali (juara satu) dan Jawa Tengah (juara 3). Tari yang berjudul “Nyok Neng” karya dari koreografer muda Marina Krisnawati dari Universitas Indonesia dan Arimbi budiono sebagai asisten koreografer, mengusung tema perempuan. Tarian ini bercerita tentang dua sifat perempuan yaitu kasar dan lembut, pada klimaksnya terjadi pergulatan batin di dalam diri perempuan yang bimbang harus bersikap menghadapi kehidupan, dan sebagai antiklimaksnya perempuan dalam era kehidupan yang serba cepat dan instan harus dapat menjadi perempuan yang kuat walaupun tetap mempertahankan sifat lembut di dalam dirinya.

Tiga orang memerankan perempuan dengan sifat lembut dan sangat halus, sesuai dengan iringan musik tekyan dan alunan tembang yang keluar dari pemusik. Lalu, tiga orang silam ke belakang panggung dan digantikan tiga orang berikutnya yang memerankan sifat perempuan yang kasar dan kuat. “Dua peran ini memang sengaja di munculkan dengan waktu yang berlainan, dengan iringan musik yang sangat kontras, biar orang yang nonton bisa menangkap pesan yang diberikan melalui gerak dan musik”, ungkap Marina. Gerak tari “Nyok Neng” berasal dari gerakan dasar tari topeng Betawi yang dikreasikan dan dipadukan dengan cerita ke-kini-an sehingga menghasilkan tari kontemporer tradisi. Pada bagian pergulatan batin, dua peran dipertemukan dalam gerakan yang implisit menunjukan kebimbangan dan pertentangan oleh dua orang yang berbeda peran, yang kemudian terjadi titik temu di antara dua peran yang berbeda. Bagian terakhir, ditarikan oleh seluruh penari dengan gerakan yang rampak. Tarian ini berdurasi sepuluh menit dua belas detik.

Koreografer sengaja memilih kostum yang sangat sederhana dengan tanpa payet dan hanya sedikit manik-manik pada bagian tangan kebaya. Paduan warna hijau dan oranye menonjolkan warna-warna terang yang biasa pada kostum Betawi, dan mempertahankan ke-khas-an tumpal pada kain Betawi. Kostum ini sengaja dibuat sesederhana mungkin untuk memudahkan pergerakan penari tetapi ke-khas-an tetap dipertahankan, sehingga menunjukkan tarian ini membawa nuansa kontemporer tradisi.

“Nyok Neng” ditarikan oleh enam orang perempuan mahasiswa Universitas Indonesia yang berasal dari Unit Kegiatan Mahasiswa Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia (LTMKB UI), dan diiringi musik oleh lima orang pemusik Betawi profesional, yaitu Bang Atin (juga sebagai penata musik), Bang Firman, Bang Agus, Bang Udin, dan Rai, serta dua orang pemusik dari LTMKB UI.

Ajang Pelestarian Tradisi

Ajang perlombaan mahasiswa tingkat nasional pada bidang seni ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan bakat serta prestasi di bidang kesenian. Selain itu, dapat menjadi salah satu usaha melestarikan kesenian, “dengan menari sesuai daerah asal, berarti dapat mempertahankan kesenian daerah, walaupun bentuknya tidak lagi murni tradisi, tetapi kontemporer tradisi”, ungkap Tom Ibnur salah seorang koreografer senior yang berperan sebagai salah satu juri dalam tangkai lomba tari.

Ketentuan yang harus diikuti oleh peserta lomba tari salah satunya adalah menarikan tari daerah masing-masig, misalnya DKI Jakarta membawa tari khas daerah Betawi walaupun tidak lagi murni tradisi. Dengan cara seperti ini, kesenian daerah makin dikenal di antara mahasiswa dari daerah yang berbeda-beda, dan menjadi usaha pelestarian seni daerah. Selain itu, ketentuan menampilkan tarian yang belum pernah dilombakan sebelumnya. Hal ini merangsang kreatifitas, bakat, dan prestasi pada bidang seni.

“Pastinya acara kaya gini bisa jadi kita mengenal kesenian masing-masing daerah, terutama dari tangkai lomba tari, walaupun selain itu bisa juga jadi ajang pertemanan antar daerah, jadi, yang pasti acara seperti ini harus tetap dipertahankan”, ungkap Mila salah seorang penari dari DKI Jakarta.

Dana Pendukung

Acara peksiminas selalu diselenggarakan secara bergiliran. Tahun 2006 dilaksanakan di Makassar, tahun 2008 di Jambi, dan rencananya tahun 2010 akan dilaksanakan di Pontianak. Tentunya hal ini menjadi tidak mudah bagi peserta untuk ikut serta karena perlunya dana yang dikeluarkan untuk biaya transportasi, yang ternyata tidak selalu ditanggung oleh pemerintah daerah setempat. Kadang-kadang kurangnya dana yang dimiliki membuat jumlah kontingen harus dikurangi. “Pemusiknya jangan terlalu banyak karena biaya transportasi pesawatnya tidak murah”, ungkap salah satu pendamping kontingen DKI Jakarta kepada ketua rombongan peserta lomba tari.

Walaupun demikian, minimnya dana tidak menjadi persoalan umum yang dihadapi oleh setiap kontingen yang bertanding, karena beberapa kontingen terlihat mengenakan seragam sponsor yang bertuliskan nama daerahnya. Maka, sangat disayangkan jika dana menjadi penghalang atas semangat-semangat pemuda yang kompeten dan masih ingin berlomba untuk mengharumkan daerahnya.(emka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment here!