semua bebas memaknai kehidupan...begitu pula kebebasan dalam memaknai setiap huruf dalam goresan hati dan pikiran ini

.


kadang hati ingin mengungkap...
kadang mulut malas untuk mengucap...

cuma satu cara untuk membuatnya terlontar...
lewat kata-kata ini aku coba bersua...

Rabu, 27 Januari 2010

Malam yang Hidup

Di antara kesibukan para penjual sayuran, jalan raya mulai lengang, dan waktu sudah menunjukkan hari telah berganti. Di daerah pinggir ibu kota, daerah ini memang tidak pernah sepi, dan terus bergerak layaknya jantung kehidupan. Atau memang bisa di sebut demikian, jantung kehidupan para pengadu nasib. Tumpukan kendaraan di pagi hari. Angkutan umum yang berebut penumpang, tukang sayur yang sudah mulai tergusur dari lapaknya saat jam menunjukkan pukul 7 pagi. Tukang ojek yang selalu berharap mendapatkan rejeki baik. Tak kalah timbunan sampah yang seakan-akan hidup karena semakin hari semakin membesar, hingga menutupi lapak sang penjual bumbu dapur.

Hari berganti gelap namun tak kelam. Jantung sudut kota, yang dihiasi kelap-kelip kupu-kupu malam, yang beharap dapat bergelantungan di kendaraan yang melintas...tak segan menurunkan salah satu lengan baju, untuk sedikit membuat buaian pada yang melintas, berusaha memanjakan tatapan liar yang berkeliaran di kehidupan malam. Kupu-kupu, yang tak cantik namun berusaha menjadi cantik. Lilitan kain seadanya, untaian benang yang mampu menutupi seadanya. Angkutan umum menjadi saksi bisu gerak mereka. Pedagang sayur menjadi teman dengan sudut yang berbeda dalam melintasi malam.

Keramaian sebuah pasar di sudut ibu kota, seakan tak pernah mati. Tak hentinya siang dalam gerakan yang cukup cepat, dan tak bedanya malam yang terasa seperti siang. Ramai, sesak, dengan ribuah wajah mengukirnya, dengan jutaan kelakuaan menghiasinya. Langit dan bumi menjadi latarnya, dengan hujan dan panas menjadi pelengkapnya. [MK]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave your comment here!