semua bebas memaknai kehidupan...begitu pula kebebasan dalam memaknai setiap huruf dalam goresan hati dan pikiran ini

.


kadang hati ingin mengungkap...
kadang mulut malas untuk mengucap...

cuma satu cara untuk membuatnya terlontar...
lewat kata-kata ini aku coba bersua...

Selasa, 07 Juli 2009

Melestarikan Seni Bersama “Nyok Neng”


Kue bolu kue rengginang
Roti-roti dalam tetampe
Dari dulu udah dibilang
Kalo setengah ati, buat ape

Itulah pantun yang menjadi sinopsis tari “Nyok Neng”. Tarian ini pertama kali ditampilkan di Balai Sidang Universitas Indonesia pada tanggal 23 Mei 2008 pada acara seleksi wilayah DKI Jakarta untuk Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) IX yang diikuti berbagai universitas di Jakarta. Setelah lolos seleksi, tarian ini mengalami berbagai perubahan dan penyempurnaan, dan untuk kedua kalinya ditampilkan pada Peksiminas IX di Taman Budaya Jambi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi yang berlangsung pada tanggal 23-29 Juli 2008.
Tari yang berjudul “Nyok Neng” karya dari koreografer muda Marina Krisnawati dari Universitas Indonesia dan Arimbi budiono sebagai asisten koreografer, mengusung tema perempuan. Tarian ini menceritakan tentang dua sifat perempuan yaitu kasar dan lembut.Pada klimaksnya terjadi pergulatan batin di dalam diri perempuan yang bimbang harus bersikap dalam menghadapi kehidupan, dan sebagai antiklimaksnya perempuan dalam era kehidupan yang serba cepat dan instan, harus dapat menjadi perempuan yang kuat walaupun tetap mempertahankan sifat lembut di dalam dirinya.
Tiga orang memerankan perempuan dengan sifat lembut dan sangat halus, sesuai dengan iringan musik tekyan dan alunan tembang yang keluar dari pemusik. Lalu, tiga orang silam ke belakang panggung dan digantikan tiga orang berikutnya yang memerankan sifat perempuan yang kasar dan kuat. “Dua peran ini memang sengaja di munculkan dengan waktu yang berlainan, dengan iringan musik yang sangat kontras, “biar orang yang nonton bisa menangkap pesan yang diberikan melalui gerak dan musik”, ungkap Marina. Gerak tari “Nyok Neng” berasal dari gerakan dasar tari topeng Betawi yang dikreasikan dan dipadukan dengan cerita ke-kini-an sehingga menghasilkan tari kontemporer tradisi. Pada bagian pergulatan batin, dua peran dipertemukan dalam gerakan yang implisit menunjukan kebimbangan dan pertentangan oleh dua orang yang berbeda peran, yang kemudian terjadi titik temu di antara dua peran yang berbeda. Bagian terakhir, ditarikan oleh seluruh penari dengan gerakan yang rampak. Tarian ini berdurasi sepuluh menit dua belas detik.
“Nyok Neng” memang diciptakan dengan alasan keikutsertaan dalam ajang perlombaan nasional. Namun, dibalik alasan itu, penciptaan “Nyok Neng” menjadi salah satu cara melestarikan seni, khususnya tari Betawi. Keseluruhan gerak memang tidak murni berbentuk gerakan tari topeng Betawi, tetapi gerakan dasar topeng Betawi seperti mendak, kewer, dan selancar dikreasikan menjadi bentuk yang baru sehingga menghasilkan gerakan yang termodifikasi. Ditambah lagi dengan gerakan tari kontemporer, menjadikan “Nyok Neng” hadir dalam kemasan gerak tari yang dinamis. Iringan musik yang keluar dari bunyi gambang kromong, tekyan, kenong, kecrek, gong, dan gendang menambah nuansa dinamis dari “Nyok Neng”. Dengan adanya kreasi dari seni tradisi yang telah ada, akan dapat membuat seni tersebut hidup di tengah masyarakat sehingga seni dapat lestari.
Koreografer sengaja memilih kostum yang sangat sederhana dengan tanpa payet dan hanya sedikit manik-manik pada bagian tangan kebaya. Paduan warna hijau dan oranye menonjolkan warna-warna terang yang biasa pada kostum Betawi, dan mempertahankan ke-khas-an tumpal pada kain Betawi. Kostum ini sengaja dibuat sesederhana mungkin untuk memudahkan pergerakan penari tetapi ke-khas-an tetap dipertahankan, sehingga menunjukkan tarian ini membawa nuansa kontemporer tradisi. “Maksudnya, biar dari kostum, kita juga tetap menampilkan ke-Betawian”, ungkap Marina sang koreografer. Dengan demikian, koreografer mencoba berbicara mengenai ke-Betawian melalui simbol-simbol yang tidak hanya ada dalam musik dan gerak tari, bahkan melalui kostum para penarinya.
Penampilan “Nyok Neng” ditarikan oleh enam orang perempuan mahasiswa Universitas Indonesia yang berasal dari Unit Kegiatan Mahasiswa Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia (LTMKB UI), dan diiringi musik oleh lima orang pemusik Betawi profesional, yaitu Bang Atin (juga sebagai penata musik), Bang Firman, Bang Agus, Bang Udin, dan Rai, serta dua orang pemusik dari LTMKB UI. Semangat para mahasiswa dalam melestarikan kesenian daerah baik sebagai koreografer, penari, maupun pemusik, patut ditiru demi keberlangsungan hidup kesenian daerah di negara kita yang akan menjadi aset kelestarian kebudayaan nasional.(MK)

2 komentar:

leave your comment here!